Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengumumkan kebijakan baru yang bertujuan untuk meringankan beban finansial para peserta asuransi. Melalui peraturan teranyar, OJK menetapkan penurunan batas maksimal tanggungan yang harus dibayar oleh peserta dalam skema pembagian risiko atau yang lebih dikenal dengan istilah co-payment. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas dan keterjangkauan produk asuransi bagi masyarakat luas, sekaligus memperkuat jaring pengaman sosial.
Langkah ini diambil setelah OJK melakukan kajian mendalam terhadap struktur biaya yang ditanggung oleh nasabah asuransi, terutama di sektor kesehatan. Regulator menemukan bahwa beban co-payment yang relatif tinggi seringkali menjadi penghalang bagi peserta untuk memanfaatkan layanan secara optimal. Deputi Komisioner OJK Bidang Pengawasan IKNB, Bapak Iwan Santosa (nama fiktif), menyatakan bahwa tujuan utama dari regulasi ini adalah untuk melindungi konsumen dan memastikan bahwa manfaat asuransi dapat dirasakan secara nyata tanpa memberatkan kondisi finansial mereka saat klaim dibutuhkan.
Secara teknis, co-payment adalah skema di mana sebagian kecil dari total biaya klaim ditanggung oleh pemegang polis. Tujuannya adalah untuk mendorong tanggung jawab peserta dalam menggunakan layanan dan mencegah pemanfaatan berlebihan (moral hazard). Namun, dalam praktiknya, batas atas yang ada saat ini dinilai sudah tidak relevan dengan peningkatan biaya layanan, khususnya medis. Aturan baru ini akan merevisi persentase maksimal atau nilai nominal yang bisa dibebankan kepada nasabah.
Sebagai contoh, jika sebelumnya batas maksimal co-payment ditetapkan sebesar 20% dari total tagihan, aturan baru menurunkannya menjadi hanya 10% atau menetapkan batas nominal yang lebih rendah. Perubahan ini akan berdampak signifikan pada pengeluaran ‘out-of-pocket’ yang harus disiapkan nasabah saat mengajukan klaim. OJK menegaskan bahwa semua perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia wajib menyesuaikan produk mereka dengan ketentuan baru ini dalam periode transisi yang telah ditetapkan.
Dampak dari kebijakan ini diperkirakan akan positif bagi konsumen. Dengan biaya partisipasi yang lebih rendah, masyarakat diharapkan tidak akan lagi menunda untuk mendapatkan perawatan yang diperlukan karena khawatir akan biaya tambahan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, produk asuransi diharapkan menjadi lebih menarik di mata calon nasabah, yang pada akhirnya dapat mendorong peningkatan penetrasi asuransi nasional.
Meski demikian, kebijakan ini juga menghadirkan tantangan bagi industri asuransi. Perusahaan harus melakukan kalkulasi ulang terhadap aktuaria dan manajemen risiko produk mereka. Potensi peningkatan frekuensi klaim harus diantisipasi dengan strategi mitigasi yang tepat agar kesehatan finansial perusahaan tetap terjaga. OJK berkomitmen untuk terus berdialog dengan para pelaku industri guna memastikan implementasi kebijakan ini berjalan lancar dan memberikan manfaat yang seimbang bagi konsumen dan perusahaan.