Jakarta, Cemara News – Belakangan, game daring Roblox menjadi perbincangan hangat di kalangan generasi muda Indonesia. Popularitas game ini memang tak terbendung, dengan jutaan pengguna aktif setiap bulannya, termasuk anak-anak usia sekolah dasar hingga remaja. Namun di balik popularitasnya, muncul kekhawatiran dari berbagai pihak tentang konten yang terkandung dalam game tersebut.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, baru-baru ini mengeluarkan pernyataan tegas yang melarang penggunaan Roblox di lingkungan sekolah, karena ditemukan adanya unsur kekerasan dan kata-kata tidak pantas di dalamnya. Langkah ini sontak menuai pro dan kontra, terutama di media sosial.
Beberapa riset dan laporan, termasuk dari lembaga Common Sense Media dan Internet Matters, telah menyoroti bahwa Roblox mengandung fitur komunikasi bebas dan konten buatan pengguna (user-generated content) yang bisa menyisipkan adegan kekerasan, perjudian terselubung (gacha mechanics), hingga interaksi dengan orang asing secara tidak terfilter.
Indonesia sebagai negara dengan populasi anak muda terbesar di ASEAN, memiliki tantangan besar untuk memastikan bahwa digitalisasi tidak berarti kebebasan tanpa batas, khususnya bagi anak-anak yang belum mampu menyaring informasi secara kritis.
Langkah Kemendikbudristek patut diapresiasi sebagai preventif kebijakan literasi digital, bukan sekadar pelarangan. Ini membuktikan bahwa pemerintah aktif mengawasi ruang digital yang digunakan pelajar dan tidak tinggal diam menghadapi potensi penyimpangan karakter anak di dunia maya.
Alih-alih hanya fokus pada larangan, pemerintah juga menggandeng berbagai pihak untuk mendorong game edukatif lokal. Program seperti Game Developer Lokal untuk Edukasi dan kerja sama dengan kampus teknologi nasional telah menghasilkan sejumlah platform bermain dan belajar buatan dalam negeri, seperti Marbel, Cerdas Cermat Digital, hingga Petualangan Nusantara.
Kebijakan ini juga menjadi momentum untuk memperkuat peran orang tua dan pendidik dalam membimbing anak di dunia digital. Pemerintah, melalui Kominfo dan Kemendikbudristek, telah meluncurkan kampanye “Digital Aman untuk Anak” serta mengembangkan fitur kontrol orang tua (parental control) bersama operator seluler dan platform aplikasi.
Di sisi lain, pemerintah mengundang para pengembang game internasional untuk berkomitmen menyediakan konten ramah anak dan fitur penyaringan bahasa serta interaksi dalam game.
Ketegasan Menteri Pendidikan bukanlah bentuk anti-anak muda atau anti-game, tetapi bagian dari strategi besar pemerintah dalam membangun generasi yang cerdas secara teknologi dan berkarakter secara budaya.
Sebagai orang tua, saya sangat mengapresiasi upaya pemerintah dalam melindungi anak-anak dari konten negatif. peran orang tua juga penting dalam hal ini mengingatkan kita bahwa perlindungan digital bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita semua.