Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Firdaus Ali menegaskan bahwa transformasi tata kelola air di Ibu Kota sudah mendesak untuk segera diimplementasikan. Pernyataan ini bukan sekadar wacana teknis, melainkan sebuah sinyal kuat akan adanya dorongan politik dari tingkat eksekutif untuk menyelesaikan salah satu masalah paling kronis yang dihadapi Jakarta selama beberapa dekade.
Menurut Firdaus, urgensi ini didasari oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, mulai dari penurunan muka tanah yang mengkhawatirkan akibat eksploitasi air tanah berlebihan, hingga ancaman krisis air bersih bagi jutaan penduduk. Dorongan ini menempatkan isu air sebagai prioritas utama dalam agenda pembangunan pemerintah provinsi, yang memerlukan komitmen politik berkelanjutan untuk melampaui tantangan birokrasi dan anggaran yang kompleks.
Langkah transformasi ini akan diwujudkan melalui serangkaian kebijakan strategis, termasuk revisi regulasi terkait pengelolaan air, percepatan pembangunan jaringan perpipaan air bersih, dan penegakan hukum terhadap pencemaran sungai serta penggunaan air tanah ilegal. Rencana ini menuntut kolaborasi yang solid antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk memastikan dukungan legislatif dan alokasi anggaran yang memadai.
Namun, jalan menuju transformasi ini tidaklah mudah. Tantangan terbesar terletak pada sinkronisasi kebijakan antara berbagai lembaga, baik di tingkat daerah maupun pusat. Diperlukan kemauan politik yang kuat untuk mengatasi ego sektoral dan memastikan semua pihak bergerak dalam satu visi yang sama. Koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menjadi kunci keberhasilan program ini.
Firdaus Ali menambahkan, “Ini bukan hanya pekerjaan teknis PAM Jaya atau Dinas Sumber Daya Air, ini adalah pekerjaan kolosal yang membutuhkan dukungan politik penuh dari semua pemangku kepentingan. Tanpa adanya political will yang kuat dan konsisten, rencana sehebat apa pun akan sulit terwujud di lapangan.”
Pada akhirnya, keberhasilan atau kegagalan program transformasi tata kelola air ini akan menjadi tolok ukur kinerja dan warisan pemerintahan saat ini. Isu ini menguji kemampuan kepemimpinan dalam menerjemahkan visi menjadi aksi nyata yang berdampak langsung pada kualitas hidup dan masa depan lingkungan Jakarta, sekaligus menjadi pertaruhan politik yang signifikan.
